23 Agustus 2009

Empat Mata dengan Tonke Dragt

Tonke Dragt (foto: Mark Sassen)

Mengidolakan JRR Tolkien

Berkaitan peluncuran buku De brief voor de koning terjemahan bahasa Indonesia, Pustakaloka Kompas berkesempatan melakukan wawancara dengan penulisnya, Tonke Dragt. Wawancara jarak jauh ini difasilitasi Liesbeth ten Houten dari penerbit Leopold Belanda.
Berikut petikan wawancara tersebut:


Apa yang mendorong Bu Tonke untuk menulis buku cerita anak-anak, bukan buku cerita untuk dewasa atau yang lain?Tonke tidak melakukan pembedaan antara pembaca dewasa dan anak-anak. Ia sering memulai dengan suatu citra, dan suatu ilustrasi. Kebetulan tidak seperti buku orang dewasa, tetapi lebih seperti buku anak-anak berilustrasi. Tonke pernah berprofesi sebagai guru menggambar. Sebagian besar bukunya adalah untuk semua umur.

Apa yang menarik dari dunia anak-anak atau remaja menurut Bu Tonke sehingga banyak menulis buku cerita untuk kalangan anak-anak dan remaja ini? Apakah terkait dengan pengalaman masa lalu atau sebab yang lain?Tonke menulis buku tentang membuat pilihan, dan kemudian tokoh utamanya menjadi terlibat dalam petualangan. Yang ia tanyakan adalah “what happens if...”. Dan petualangan pun terjadi.

Apakah dorongan menulis buku cerita anak juga didorong oleh situasi eksternal atau kondisi buku cerita anak yang ada waktu itu di Belanda? Misalnya ingin memberi warna lain terhadap buku-buku cerita anak yang sudah ada waktu itu?Tidak, ia tidak berpikir ke arah sana. Ia menyukai cerita yang mengambil tempat di abad pertengahan, tetapi menulis buku tentang membuat pilihan dan akibat-akibat dari pilihan itu juga bisa menjadi buku fiksi ilmiah.

Apakah pengalaman masa kecil di Jakarta berpengaruh terhadap tulisan atau cerita-cerita yang dibuat Bu Tonke? Apakah ada buku yang ber-setting Jakarta atau Indonesia?Iya, masa remajanya di Indonesia amat sangat penting. Lingkungan tropis sering kali menjadi latar belakang, dan Tonke mulai bercerita dan membuat buku (bersama seorang teman) pada masa perang di kamp pengungsi di Indonesia. Di tempat pengungsian itu ia menjadi tahu bahwa ia pandai membuat cerita; di sana ia mulai menggunakan daya imajinasi. Di sana ia ternyata bisa membuat orang-orang lain melupakan keadaan susah yang dihadapi, rasa lapar mereka: semua cerita memiliki happy ending, penuh acara makan-makan besar, dan tokoh-tokohnya selalu bisa kabur melarikan diri.

Bagaimana pendapat Bu Tonke terhadap perkembangan buku cerita anak masa kini di Belanda?Bagus! Dan sungguh luar biasa bahwa efek Harry Potter menjadikan buku-buku tebal digandrungi!

Siapa pengarang buku idola dan paling dikagumi Bu Tonke?Banyak sekali, salah satunya JRR Tolkien, pengarang The Lord of the Rings.

Apa buku cerita anak paling disukai, paling hebat, menurut Bu Tonke?Sulit untuk mengatakannya. Tonke menyukai banyak sekali buku.

Hingga saat ini Surat untuk Raja sudah dicetak hingga berapa eksemplar?Di Belanda, sekitar 400.000 eksemplar.

Yang terakhir, obsesi yang belum terlaksana saat ini terutama berkaitan dengan buku yang ingin ditulis?Tonke ingin menulis dan menyelesaikan sekuel buku Aan de andere kant van de deur (The other side of the door). Saat ini 75 persen telah rampung dan semua ilustrasi telah siap. (WEN/Litbang Kompas)

Dikutip dari harian Kompas edisi Senin, 25 Februari 2008.

Surat untuk Raja (De brief voor de koning) tersedia di toko buku Gramedia.

05 Agustus 2009

Hai, kaWanku, Femina Meresensi 'Masa Kanak-kanak'!

Resensi 'Hai'

Hai edisi No. 28/XXXIII

Sejarah kelam yang dikisahkan dengan santun.
Ya, kekejaman Nazi Jerman, pada masa Perang Dunia ke II coba dimunculkan. Tapi, sudut pandang ceritanya diambil dari sisi petualangan seorang bocah.
Dari sana, kita dapat merasakan betapa getirnya kehidupan kala itu. Mencicipi kepedihan, sentuhan rasa iba mendalam, perjuangan pahit dan banyak lagi keterpurukan-keterpurukan dari sebuah bangsa.
Bahasanya khas anak-anak. Kalimat demi kalimat yang terangkat dalam ceritanya selalu singkat, padat dan mengena. Namun sayang, spasinya terlalu rapat dan font tulisannya kecil. Sehingga, dimaklum saja kalau bacanya nanti kita mesti sambil mengerutkan dahi. (edi)

7 / 10

Resensi 'kaWanku'

kaWanku edisi No. 51/2009

Kita semua pasti tahu siapa itu Hitler. Selama dia berkuasa, Hitler membangun beberapa kamp konsentrasi di berbagai negara untuk menyekap orang-orang Yahudi atau siapa pun yang menjadi musuhnya. Nah, pengarang buku ini, Jona Oberski, menceritakan pengalaman masa kecilnya saat dia tinggal di kamp konsentrasi Westerbork (Belanda) dan Bergen-Belsen (Jerman) pada masa Perang Dunia II. Lewat buku ini, kita diajak untuk melihat masa-masa kejam itu lewat mata seorang anak kecil.

Resensi 'Femina'

Femina edisi No. 29/XXXVII

Di saat dunia sedang memperingati 70 tahun pembebasan korban Holocaust, buku ini seperti menguak kembali tragedi kemanusiaan itu. Ditulis oleh Jona tentang masa kecilnya, saat berusia 3 tahun, bersama ayah ibunya diculik masuk ke kamp Westerbork, Belanda. Ia menceritakan tentang bagaimana kedua orang tuanya berusaha bertahan, dan melindunginya dari berbagai tragedi yang terjadi di sekitar mereka. Cerita haru dari kacamata seorang bocah.

Masa Kanak-kanak (Kinderjaren) tersedia di toko buku Gramedia.